Sepertinya rencana untuk menyaksikan sederetan film –film box office ditahun 2011 ini hanya tinggal angan-angan. Sederetan film Hollywood yang akan release seperti : “Fast Five”, “Pirates of the Caribbean: On Stranger Tides”, “Kung Fu Panda 2”,” X-Men: First Class”, “Transformers: Dark of the Moon” dan “Harry Potter and the Deathly Hallows: Part II” terancam tidak diputar di bioskop-bioskop diseluruh Indonesia.
Pemicunya adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-3/PJ/2011 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Berupa Royalti dan pemberlakuan PPN atas Pemasukan Film Impor yang berdampak diboikotnya Indonesia dari peredaran film-film Hollywood. Peraturan ini merupakan penafsiran baru atas undang-undang dan peraturan tentang pajak bea masuk yang lama.
Dengan surat edaran ini penghasilan yang dibayarkan keluar negeri oleh importir terkait penggunaan hak cipta atas film impor dengan persyaratan tertentu, merupakan royalti yang dikenakan PPh 20 persen.
Tidak jelas apakah Pemerintah telah melakukan kajian secara komprehensif dampak dari kenaikan Pajak Film Impor yang memicu MPAA (Motion Picture Association of America) mengancam memboikot peredaran film Hollywood di Indonesia. Karena hampir duapertiga jumlah film yang diputar di bioskop adalah film-film Hollywood dan asing non-Hollywood.
Salah satu dampak yang akan terjadi kalau film Hollywood dan film-film asing tidak mau masuk ke Indonesia, maka bioskop-bioskop yang ada akan kehilangan penonton dan bisa ditutup. Kalau bioskop ditutup pajak dari pemasukan bioskop yang cukup besar justru jadi hilang.
Dan itu juga berarti bakal ada pemutusan hubungan kerja para karyawan bioskop yang bisa mencapai 100.000 orang di seluruh bioskop jaringan "21 Theater" di seluruh Indonesia.
Keberadaan Film nasional saat ini yang lebih banyak menjual erotisme berbalut horor tidak cukup untuk menarik dan mengalihkan minat masyarakat terhadap film-film Hollywood yang memang dari segi kualitas cinematography jauh lebih baik.
Mudah-mudahan saja Pemerintah bisa lebih bijak dengan menkaji kembali keputusan tersebut sehingga hak masyarakat untuk memilih film-film untuk hiburan mereka termasuk film-film impor tetap terpenuhi.
Pemicunya adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-3/PJ/2011 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Berupa Royalti dan pemberlakuan PPN atas Pemasukan Film Impor yang berdampak diboikotnya Indonesia dari peredaran film-film Hollywood. Peraturan ini merupakan penafsiran baru atas undang-undang dan peraturan tentang pajak bea masuk yang lama.
Dengan surat edaran ini penghasilan yang dibayarkan keluar negeri oleh importir terkait penggunaan hak cipta atas film impor dengan persyaratan tertentu, merupakan royalti yang dikenakan PPh 20 persen.
Tidak jelas apakah Pemerintah telah melakukan kajian secara komprehensif dampak dari kenaikan Pajak Film Impor yang memicu MPAA (Motion Picture Association of America) mengancam memboikot peredaran film Hollywood di Indonesia. Karena hampir duapertiga jumlah film yang diputar di bioskop adalah film-film Hollywood dan asing non-Hollywood.
Salah satu dampak yang akan terjadi kalau film Hollywood dan film-film asing tidak mau masuk ke Indonesia, maka bioskop-bioskop yang ada akan kehilangan penonton dan bisa ditutup. Kalau bioskop ditutup pajak dari pemasukan bioskop yang cukup besar justru jadi hilang.
Dan itu juga berarti bakal ada pemutusan hubungan kerja para karyawan bioskop yang bisa mencapai 100.000 orang di seluruh bioskop jaringan "21 Theater" di seluruh Indonesia.
Keberadaan Film nasional saat ini yang lebih banyak menjual erotisme berbalut horor tidak cukup untuk menarik dan mengalihkan minat masyarakat terhadap film-film Hollywood yang memang dari segi kualitas cinematography jauh lebih baik.
Mudah-mudahan saja Pemerintah bisa lebih bijak dengan menkaji kembali keputusan tersebut sehingga hak masyarakat untuk memilih film-film untuk hiburan mereka termasuk film-film impor tetap terpenuhi.
Komentar