Isu yang terhangat di awal bulan april ini adalah kebijakan pemerintah melalui depkominfo yang akan memblokir akses internet ke situs-situs yang berbau pornografi.
Sebagai orang timur yang sangat menjunjung nilai-nilai moral tentu saya sangat setuju bahwa segala bentuk aksi pornografi lebih banyak dampak negatifnya. Tapi saya pribadi melihat sangat tidak fair rasanya jika hanya menjadikan internet sebagai kambing hitam, sementara media lain seperti tabloid-tabloid kuning yang beredar bebas, majalah-majalah khusus pria yang banyak menampilkan foto yang “mengundang” dengan kedok artistik, sepertinya bebas melenggang tanpa tersentuh.
Pendekatan represif yang dilakukan dengan melakukan filtering menyeluruh terhadap “situs berbau porno”, tidak akan terlalu efektif, bahkan akan merugikan kita sendiri. Pemblokiran situs seperti youtube dan rapidshare akan membawa bangsa ini mundur 100 tahun. Tidak tahukah mereka bahwa banyak video-video yang bermanfaat dalam pembelajaran yang dishare di youtube. Berapa banyak e-book yang tidak mampu dibeli mahasiswa Indonesia lewat Proquest, ACM dan Safari dapat di download lewat rapidshare. Bagaimana kita akan maju ketika kebebasan untuk mengakses informasi itu telah terenggut.
Sebenarnya inti dari penanganan masalah-masalah yang dikhawatirkan dapat merusak generasi muda kita seperti narkoba, tawuran masal dan pornografi adalah menanamkam nilai-nilai moral ketimuran yang sudah mulai terkikis melalui keluarga dan institusi pendidikan. Sudahkah pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap pendidikan moral di institusi pendidikan ? Berapa banyak anggaran yang sudah diberikan untuk research yang berkaitan dengan pendidikan moral ?
Filter terhadap situs yang ada di internet kadangkala memang diperlukan, seperti di sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan institusi-institusi tertentu. Kebijakan untuk memfilter akses terhadap situs-situs tertentu tersebut hendaklah diserahkan kepada masing-masing institusi, tidak dilakukan secara global seperti sekarang ini. Sekarang ini tidaklah terlalu susah untuk membangun sebuah server yang dapat memfilter akses internet dalam sebuah jaringan, dengan Linux dan Squid sebuah institusi dapat membuat fasilitas filter sendiri.
Internet sebagai dunia tanpa batas tidak lagi berlaku di Indonesia. Mudah-mudahan kebijakan filter yang dilakukan sekarang ini bukan sebagai awal dari pengendalian informasi.
Sebagai orang timur yang sangat menjunjung nilai-nilai moral tentu saya sangat setuju bahwa segala bentuk aksi pornografi lebih banyak dampak negatifnya. Tapi saya pribadi melihat sangat tidak fair rasanya jika hanya menjadikan internet sebagai kambing hitam, sementara media lain seperti tabloid-tabloid kuning yang beredar bebas, majalah-majalah khusus pria yang banyak menampilkan foto yang “mengundang” dengan kedok artistik, sepertinya bebas melenggang tanpa tersentuh.
Pendekatan represif yang dilakukan dengan melakukan filtering menyeluruh terhadap “situs berbau porno”, tidak akan terlalu efektif, bahkan akan merugikan kita sendiri. Pemblokiran situs seperti youtube dan rapidshare akan membawa bangsa ini mundur 100 tahun. Tidak tahukah mereka bahwa banyak video-video yang bermanfaat dalam pembelajaran yang dishare di youtube. Berapa banyak e-book yang tidak mampu dibeli mahasiswa Indonesia lewat Proquest, ACM dan Safari dapat di download lewat rapidshare. Bagaimana kita akan maju ketika kebebasan untuk mengakses informasi itu telah terenggut.
Sebenarnya inti dari penanganan masalah-masalah yang dikhawatirkan dapat merusak generasi muda kita seperti narkoba, tawuran masal dan pornografi adalah menanamkam nilai-nilai moral ketimuran yang sudah mulai terkikis melalui keluarga dan institusi pendidikan. Sudahkah pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap pendidikan moral di institusi pendidikan ? Berapa banyak anggaran yang sudah diberikan untuk research yang berkaitan dengan pendidikan moral ?
Filter terhadap situs yang ada di internet kadangkala memang diperlukan, seperti di sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan institusi-institusi tertentu. Kebijakan untuk memfilter akses terhadap situs-situs tertentu tersebut hendaklah diserahkan kepada masing-masing institusi, tidak dilakukan secara global seperti sekarang ini. Sekarang ini tidaklah terlalu susah untuk membangun sebuah server yang dapat memfilter akses internet dalam sebuah jaringan, dengan Linux dan Squid sebuah institusi dapat membuat fasilitas filter sendiri.
Internet sebagai dunia tanpa batas tidak lagi berlaku di Indonesia. Mudah-mudahan kebijakan filter yang dilakukan sekarang ini bukan sebagai awal dari pengendalian informasi.
Komentar